Pertanyaan:
Ustadz, Menikah dalam kondisi hamil,
perlukah mengulang akad?
Perempuan dalam kondisi hamil tidak boleh dinikahkan sampai dia melahirkan anaknya, hal ini berdasarkan firman Allah:
وَأُوْلاتُ الأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ
حَمْلَهُنَّ [الطلاق:٤]
Artinya:
Dan Perempuan
yang dalam keadaan hamil (masa iddahnya) hingga dia meletakkan apa yang dikandungnya
(melahirkan).
Sedangkan
wanita hamil disebabkan zina menurut pendapat ulama Hanafi dan Syafii sah
akadnya walau tidak boleh berhubungan badan setelah akad, sedangkan ulama
Maliki dan Hanbali menyatakan tidak sah, dan pendapat kedua lebih kuat, Wallahu
A’lam, berdasarkan hadis Rasulullah:
لَا
تُوطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ رواه أبو داود (٢١٥٧)
، والترمذي (١٥٦٤) ، وصححه الألباني في "صحيح أبي داود" .
Artinya:
Tidak boleh
berhubungan badan wanita hamil hingga meletakkannya (melahirkan)
لَا
يَحِلُّ لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ
زَرْعَ غَيْرِهِ . يَعْنِي : إِتْيَانَ الْحَبَالَى
وحسنه الألباني في "صحيح أبي داود" .
Artinya:
Tidak halal
seorang yang beriman kepada Allah dan hari kiamat menyiramkan airnya pada lahan
saudaranya; yaitu mendatangi (berhubungan badan) dengan wanita hamil.
Jika telah
dilaksanakan akan dan kemudian diketahui wanita tersebut dalam keadaan hamil,
atau mungkin dilaksanakan akad untuk menghindari fitnah, maka akad wajib
diulang ketika melahirkan sebagai bentuk kehati-hatian.
Adapun hukum
nasab anak sebab zina wanita yang belum bersuami atau janda maka nasab anak
kepada ibunya, sedangkan wanita yang hamil dalam perselingkuhan, maka anak
milik yang memiliki ranjang (suami sahnya)
Wallahu A’lam.
Referensi: